Senin, 14 Maret 2011

Jejak Jaka Tingkir di Sidigede

Jejak Jaka Tingkir di Sidigede  

Jejak Jaka Tingkir di Sidigede12/01/2003 13:47
Liputan6.com, Jepara: Wajah sepasang pengantin muda itu sumringah. Keceriaan juga meronai air muka kedua kerabat dan masyarakat di Desa Sidigede, di Jawa Tengah. Hari itu, sang pawang dan orang-orang kepercayaannya yang disebut punakawan berhasil menaklukkan seekor kerbau gila. Hewan yang disebut mahesa itu adalah mas kawin yang diberikan pengantin laki-laki ke mempelai perempuan.

Semua gembira. Sang lelaki berhasil menunjukkan kejantanan dan martabat keluarganya. Dia bak Jaka Tingkir. Pemuda sederhana dari desa Tingkir yang mampu menaklukkan seekor kerbau gila dan diangkat menjadi penglima kerajaan hingga bisa menikahi putri raja Demak. Kisah Raja Pajang yang bernama asli Mas Kabaret ini terjadi 500 tahun lampau.

Namun, cerita kuno yang mengusung nilai kejantanan itu dilestarikan sebagai bagian dari tradisi perkawinan di desa kecil di Kabupaten Jepara. Dan pasangan pengantin di Desa Sidigede yang berbahagia itu baru saja menunaikan tradisi yang penyerahan mahar alias pasrah pengantin atau pasrahan.

Irsyad sang pawang lega. Irsyad adalah juru kunci makam Mbah Datuk Subuh, pendiri Desa Sidigede yang juga penyebar tradisi pasrahan. Usahanya mengantarkan kerbau ke pengantin perempuan di awal musim hujan itu berlangsung tanpa kesulitan berarti.

Adalah Mbah Simin yang menyewa jasa Irsyad dalam rangkaian perkawinan seorang cucunya. Keluarga terkaya di Desa Sidigede ini menyerahkan mas kawin mahasea terbaik dengan harga sekitar Rp 12 juta. Juragan puluhan hektare sawah dan kerbau yang tak terhitung banyaknya ini tak lupa mempersiapkan seserahan lain seperti lemari jati, peralatan dapur yang disebut dandang sayang, dan seekor ayam jago sebagai simbol kejantanan sang pengantin. Mbah Simin menyerahkan semua itu pada Irsyad.

Malam sebelum pasrahan. Rumah Mbah Simin dipenuhi orang. Mereka memang mengundang warga untuk berdoa dan membagi kenduri. Di desa itu, mudah saja mengukur harta seseorang. Kekayaan diukur dari jumlah kerbau dan jumlah undangan yang disebar pada acara pasrahan tersebut. Dalam acara tersebut Mbah Simin mengundang seluruh kepala keluarga di Desa Sidigede dan seribu lebih kenduri dikirimkan pada warga yang tidak bisa hadir.

Memang warga desa tersebut terbilang makmur. Lauk pauk dan sayuran bisa diperoleh dari sungai, sawah, dan kebun yang membentang. Nyaris tak ada pengangguran di kawasan tersebut. Selain bertani, mereka juga menghasilkan kerajinan tangan dan memelihara burung yang dijual di Pasar Pramuka Jakarta Timur.

Sementara itu, pada saat yang sama ada kesibukan lain di rumah Irsyad. Dia mempersiapkan pelepah pisang yang sudah dimanterai. Pelepah pisang itu diremas-remas yang melambangkan seluruh tubuh kerbau seserahan dari kepala hingga ekor. Dia juga mengkhawatirkan bunyi petasan yang dilemparkan warga ke tubuh hewan bertanduk tersebut. Sebab, kerbau kerap mengamuk mendengar bunyi petasan. Di sisi lain, dia yakin ada sejumlah orang berilmu yang siap menguji kesaktiannya dengan mengganggu hewan seserahan tersebut. Ya, namanya akan tercoreng jika tak berhasil menundukkan amukan mahesa. Mengantisipasi itu dia meminta beberapa orang kepercayaannya, para punakawan, untuk menjaga kerbau sepanjang malam.

Suara petasan menggetarkan ketenangan pagi di Sidigede. Prosesi belum dimulai. Tapi, anak-anak dan para pemuda sudah tak sabar menggoda sang kerbau yang diikat di halaman rumah Mbah Simin. Namun, keramaian itu tak menggangu perhatian Mbah Simin. Dia dan keluarga cuma berkonsentrasi mempersiapkan iring-iringan pengantin lelaki dan rombongannya serta memastikan benda-benda lain yang akan diserahkan. Urusan mengawal kerbau diserahkan sepenuhnya pada Irsyad.

Semakin siang, pelataran rumah keluarga Mbah Simin kian sesak. Anak buah Irsyad yang disebut punakawan telah datang. Mereka siap menungu perintah. Para punakawan bertugas mengikat kerbau dan menuntunnya dengan selamat hingga tiba di rumah pengantin perempuan. Sebagian besar memang orang yang telah dipilih Irsyad. Tapi ada pula beberapa sukarelawan yang mengajukan diri untuk menguji keberanian. Para pengawal memiliki tugas khusus. Mereka harus menjaga agar kerbau tidak lepas, mengamuk atau melukai orang di dekatnya. Reputasinya akan melorot andai satu di antara tugas itu tak terlaksana.

Para punakawan mulai memasangkan tali di kerbau yang terus-terus diganggu para pemuda dan anak-anak. Butuh waktu hampir satu jam hingga akhirnya 12 utas tali terpasang di leher kerbau. Itu belum selesai. Para punakawan mesti menuntun kerbau mengawali rombongan pengantin lelaki untuk diarak ke rumah mempelai perempuan. Risiko mengancam. Jika tak waspada tanduk tajam kerbau bisa menyambar siapa saja sewaktu-waktu.

Seperti yang sudah-sudah, tugas Irsyad kali ini berujung manis. Bahkan, dia tak perlu mengeluarkan pelepah daun pisang dan cupu wasiatnya yang menjadi senjata pamungkas untuk menaklukkan kerbau gila. Akhirnya si kerbau dan pengantin tiba di rumah mempelai perempuan. Mas kawin itu kemudian diikat di sebuah sudut rumah dan disirami air dari kendi Irsyad. Kini, semua perhatian beralih ke sosok pengantin pria yang berjalan anggun menuju mempelai perempuan yang menanti di pelaminan.(TNA/Tim Potret)